Minggu, 06 Desember 2015

Resume Teori Donabedian dan Teori Parasuraman


Teori Donabedian
Penilaian kualitas pelayanan kesehatan dilakukan melalui 3 pendekatan yaitu melalui pendekatan struktur atau input ( struktur ), proses dan hasil ( output ), (Donabedian, 1968). Untuk menjamin kualitas pelayanan maka diperlukan adanya kebijakan. Kebijakan tersebut diantaranya peningkatan kemampuan dan mutu pelayanan kesehatan, penetapan dan penerapan standar, peningkatan mutu sumber daya manusia, penyelenggaraan quality assurance, percepatan pelaksanaan akreditasi, peningkatan kerjasama serta koordinasi dan peningkatan peran serta masyarakat.
Struktur meliputi sarana fisik perlengkapan dan peralatan, organisasi dan manajemen, keuangan, sumber daya manusia dan sumber daya lainnya di fasilitas kesehatan. Hal ini berarti yang dimaksud dengan struktur adalah masukan (input). Jika struktur atau input disuatu organisasi pelayanan kesehatan baik kemungkinan besar kualitas pelayanan akan baik pula. Struktur digunakan sebagai pengukuran tidak langsung dari kualitas pelayanan. Hubungan antara struktur dan kualitas pelayanan adalah hal yang penting dalam merencanakan, mendesain, dan melaksanakan sistem yang dikehendaki untuk memberikan pelayanan kesehatan. Pengaturan karakteristik struktur yang digunakan mempunyai kecenderungan untuk mempengaruhi proses pelayanan sehingga akan membuat kualitasnya berkurang atau meningkat.
Proses adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan dan interaksinya dengan pasien. Penilaian terhadap proses adalah evaluasi terhadap dokter dan profesi kesehatan dalam me- “manage” pasien. Kriteria umum yang digunakan adalah derajat pengelolaan pasien, konform dengan standar dan harapan setiap profesi. Asumsinya adalah bahwa semakin patuh semua tenaga kesehatan profesional kepada standar yang diakui oleh masing-masing profesi, akan semakin tinggi pula mutu pelayanan terhadap pasien. Baik tidaknya proses dapat diukur dari relevan tidaknya proses bagi pasien, fleksibilitas dan efektifitas, mutu proses itu sendiri dan kewajaran proses.
Hasil (Luaran ) yaitu hasil langsung dari proses, aktifitas, kegiatan atau pelayanan dari sebuah program. Hasil merupakan hasil akhir kegiatan dan tindakan tenaga kesehatan profesional terhadap pasien, dapat berarti adanya perubahan derajat kesehatan dan kepuasan. Hasil secara tidak langsung dapat digunakan sebagai pendekatan untuk menilai pelayanan kesehatan.

Teori Parasuraman
Dalam Teori Parasuraman, Zeithaml dan Berry (Buchari Alma : 2002) telah menjelaskan terdapat lima gap yang dapat menimbulkan kegagalan penjualan jasa, yaitu : Kesenjangan harapan konsumen dan persepsi manajemen, Kesenjangan persepsi manajemen dan kualitas jasa, Kesenjangan kualitas jasa dan penyampaian jasa,  Kesenjangan peyampaian jasa dan komunikasi eksternal, Kesenjangan jasa yang dialami/dipersepsi dan jasa yang diharapkan.
Menurut Parasuraman, Zeithalm dan Berry dalam Tjiptono (2007:262-270) menyatakan ada lima kesenjangan (Gap) dalam proses pelayanan, yaitu :
a)        Gap antara harapan konsumen dan pendapat manajemen Gap ini muncul sebagai akibat dari ketidaktahuan manajemen tentang kualitas jasa macam apa yang sebenarnya diharapkan konsumen pengguna jasa dan bagaimana penilaian konsumen terhadap pelayanan yang diberikan. Akibatnya desain dan standar jasa yang disampaikan menjadi tidak baik. Sehingga perusahaan tidak dapat memperlihatkan kinerja pelayanan yang dijjanjikan. Kesenjangan ini pada umumnya 33 disebabkan kurangnya orientasi penelitian pemasaran, pemanfaatan yang tidak memadai atas temuan-temuan penelitian, kurangnya interaksi antara pihak manajemen dan pelanggan, komunikasi atas-bawah yang kurang memadai, serta terlalu banyaknya lapis manajemen. Contohnya, pimpinan rumah sakit mengira pasien menghendaki makanan yang lezat, padahal sebetulnya pasien lebih menganggap penting perawat yang tanggap dan cekatan.
b)        Gap antara pendapat manajemen tentang harapan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa Gap ini muncul karena para manajer menetapkan spesifikasi kualitas jasa yang tidak tidak jelas dan realistis. Akibatnya pegawai yang memberikan pelayanan kepada konsumen secara langsung tidak tahu pelayanan seperti apa yang harus diberikan. Kesenjangan ini dapat terjadi, antara lain, karena tidak memadainya komitmen manajemen terhadap kualitas jasa, tidak memadainya standardisasi, dan tidak adanya tujuan yang jelas. Contohnya, pimpinan rumah sakit memberikan instruksi kepada perawat agar memberikan pelayanan dengan cepat tetapi tidak menentukan standar waktu yang spesifik dan konkrit mengenai cepatnya pelayanan yang diharapkan (1 jam atau 2 jam, dan seterusnya).
c)        Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa Gap ini biasanya muncul pada jasa yang sistim penyampaiannya sangat tergantung pada karyawan. Pendapat yang akurat tentang harapan konsumen memang penting, tetapi belum cukup untuk menjamin bahwa spesifikasi kualitas jasa akan terpenuhi apabila jasa memerlukan kinerja pelayanan dan penyajian yang sesegera mungkin bila para konsumen 34 pengguna jasa hadir ditempat jasa diproses. Kesenjangan ini terjadi, diantaranya, karena karyawan kurang terlatih, beban kerja yang melampaui batasan (overload), ambiguitas peran, atau konflik peran. Gap ini mengindikasikan perlunya ditetapkan disain dan standar jasa yang berorientasi kepada konsumen pengguna jasa.
d)       Gap antara penyampaian jas aktual dan komunikasi eksternal kepada konsumen pengguna jasa. Janji yang disampaikan mungkin secara potensial bukan hanya meningkatkan harapan yang akan dijadikan sebagai standar kualitas jasa yang akan diterima konsumen pengguna jasa, akan tetapi juga akan meningkatkan pendapat tentang jasa yang akan disampaikan kepada debitur. Kegagalan dalam memenuhi jasa yang dijanjikan dengan faktanya akan memperbesar gap ini. Contoh: di dalam brosur dinyatakan tersedia kamar hotel yang mewah, bersih, dan rapi, tetapi kenyataannya kamar tidak bersih dan rapi. Kesenjangan ini terjadi, antara lain, karena tidak memadainya komunikasi antara penyedia dengan pembeli jasa serta adanya kecenderungan untuk memberikan janji yang berlebihan.
e)        Gap antara jasa yang diharapkan dan jasa aktual yang diterima Gap ini timbul akibat adanya perbedaan antara kinerja pelayanan yang diterima pada konsumen pengguna jasa dan kinerja pelayanan yang diharapkan atau kepentingan konsumen pengguna jasa. Bila dihubungkan dengan tingkat kesesuaian konsumen pengguna jasa, ini menccerminkan bahwa para konsumen pengguna jasa tersebut berada pada keadaan sesuai. Kesenjangan ini terjadi apabila pelanggan mempunyai persepsi sendiri dalam mengukur kinerja/prestasi 35 perusahaan. Sebagai contoh, dokter merasa perlu sering-sering mengunjungi pasiennya karena perlu memperhatikan pasien dengan baik, tetapi pasien wanita (muda dan cantik) mungkin mempunyai persepsi bahwa dokter sedang
Untuk menangani kelima gap yang terjadi ini, selanjutnya Parasuraman, Berry, dan Zeithaml (Harbani Pasolong, 2007:135), menyatakan ada lima karakteristik yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas jasa, yaitu :
*      Tangibles (Bukti langsung),
Kualitas pelayanan berupa fasilitas fisik perkantoran, perlengkapan, kebersihan, dan sarana komunikasi, ruang tunggu, tempat informasi.
*      Reability (kehandalan),
Yakni kemampuan dan keandalan untuk menyediakan pelayanan yang terpercaya (pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan).
*      Responsiveness (daya tanggap),
Yaitu keinginan para staff untuk membantu para masyarakat dan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat, serta tanggap terhadap keinginan konsumen.
*      Assurance (jaminan),
Mencakup kemampuan, keramahan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staff, bebas dari bahaya, resiko, atau keraguan.
*      Empathy (empati)
Sikap tegas tapi penuh perhatian terhadap konsumen, sehingga memudahkan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan para pelanggan.


Semoga Bermanfaat